This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

Rabu, 28 November 2012

Reformulasi Konsep Fail Dan Uslub Tata Bahasa Arab


Oleh : Misbahuddin
           
            Salah satu “ jurus “ mendapatakan pemahamaan yang  “ kaafah “ adalah dengan mengekplorasi lebih dalam konsep-konsep  atau pengertian-pengertian yang ada tentang sesuatu. wabil khusus tentang teori-teori nahwu.
            Ilmu bukan hanya dihasilkan dengan cara “ menelan tanpa mengunyah  “ langsung      ( Taked for granted )  dari Tranforme ( penyampai ) limu. tetapi harus ada sebuah proses berfikir yang dalam sehingga kita mendapatkan pemahahaman yang menyeluruh.  sebagai mana pepatah mengatakan, “ dekatilah kebenaran itu dengan kebenaran itu sendiri, jangan dekati kebenaran hanya dari penyampai kebenaran ”.
            Dimasa-masa awal kita belajar tentang konsep fail, kita temukan pengertian fail adalah isim yang marfu yang terletak setelah fiil yang ma’lum yang menunjukan pelaku dari sebuah perbuatan. contoh :
ذَهَبَ عَلِيٌ
“ Telah Pergi Ali “.
                                               
            Dalam susunan jumlah tersebut, lafadz _ Ali _  menempati kedudukan sebagi fail. karena yang pertama dia marfu, terletak setelah fiil yang ma’lum dan dia adalah pelaku perbuatan tersebut.
            Pertanyaan yang lebih mengekplorasi dan sedikit radikal, bisakah Fail lahir atau            “ diproduksi “ dari jenis isim atau fiil yang lainya. ternyata survei membuktikan fail bisa lahir dari jenis isim juga, dalam term ilmu nahwu  disebut,  “ Awaamil Faail “ – (الفاعل عوامل =  faktor yang menjadikan fail ada ). atau dalam istilah saya “ Asbabu Wujud Al-Fail “ ( sebab-sebab adanya fail ). Mari kita bongkar sama-sama teori ini.  ^_^
            Awamil Fail ini memilki beberapa personil anggota yang bisa “ memproduksi ” fail . yaitu :  
1.       Isim Fail
Isim fail adalah isim yang bisa menjadi penyebab adanya fail, contoh :
يَانَافِعًا عِلْمْهُ
“ Wahai yang bermamfaat ilmunya “

Lafadz _ Al-Ilm _ dibaca marfu dengan dhomah, apa sebabnya ???. karena, eh karena, !! lafadz _Al-Ilm _ itu, dibaca marfu dengan dhomah karena menjadi fail. yup! fail dari Isim fail.  Oh bisa ya ??. tentu bisa, tandi contohnya.

     Perlu digaris bawahi, bahwa teori- teori yang ada dalam ilmu nahwu adalah karena ada “ kejadianya “ atau sample contoh-contoh jumlah dalam Al-qur’an atau as-sunnah atau dari uslub bahasa arab itu sendiri. maka dari sana lahirlah teori-teori ilmu nahwu. bukankah teaori-teori ilmu nahwu itu lahir setelah adanya Al-Qur’an dan as-sunnah. next lanjut ... pembahasan selanjutnya.

2.       Sifatul Musyabahah

Sifatul musyabahah adalah isim yang menunjukan atas sifat yang tetap selamanya ada atas disifati.  dan  sifat musyabahah ini tidak diambil kecuali dari fiil tsulatsi La’jim . ( lebih jelas tentang sifatul musyabah  lihat ilmu tasrif jlid 1.hal 33. Ustadz A. Zakaria ).

Contoh fail yang lahir dari sifatul musyabahah,
زَيْدٌ حَسَنٌ وَجْهُهُ
“ Zaid, indah wajahnya “

Lafadz _wajh_ dibaca marfu dengan dhomah, kenapa coba ??. betul!. karena, eh karena lafadz _wajh_ dibaca marfu dengan dhomah karena dia jadi fail yang lahir atau dibentuk dari sifatul musyabahah, yaitu lafadz _ hasanun_ . So Fail bisa dibentuk bukan hanya dari fiil yang ma’lum tetapi juga bisa dengan sifatul musyabah.  jumlah diatas adalah contohnya. ^_^.

3.       Isim Masdar
contoh
فِى البَحْرِ وَاللطَهُوْرُ مَأُه


                      “ Dilaut adalah suci airnya “
       Jumlah tersebut adalah potongan dari teks hadits,  lafdz _ al-Ma _ dibaca marfu,         karena, eh karena kata _Al-Ma_ tersebut menjadi fail dari isim masdar. mana        isim      masdranya ??. isim masdarnya adalah lafadz _Thohuru_.  potongan teks      hadits diatas      adalah menjadi “ asbabul wujud “  menjadi sebab lahirnya teori bahwa fail bisa       dibentuk            dari isim masdar-. mustahil suatu teori ada, tanpa ada contoh samplenya         dalam   teks      hadits, ayat A-Qur’an atau dari uslub bahasa arab itu sendiri.

4.       Isim Tafdil

Isim tafdil adalah isim yang menjukan sifat  yang lebih dari pada yang lain. dan isim tafdil ini diambil dari wajan أٙفْعَلَ .
contoh :
مَرَرْتُ بِا أَفْضَلِ أَبُوْهُ

                                  “ Aku Melewati Sebaik-Baiknya Ayah “
       lafadz _Abu _ dibaca marfu dengan “ wau “ ( karena asmaul khomsah ). dan   kemarfuanya adalah karena lafadz _abu_ menjadi fail dari isim tafdhil. Isim tafdhilnya yaitu             lafadz أَفْضَلِ
5.       Isim Fiil
isim fiil adalah isim tetapi bermakna fiil. contoh
هَيْهَاتَ االلعَقِيْقُ

            lafadz _Al’aqiq_ dibaca marfu karena menjadi fail yang dibentuk dari isim fiil.  isim             Fiilnya yaitu lafadz هَيْهَاتَ.
            yup! terbuka sudah cakrawal berfikir kita ... bahwa ternyata fail tidak selamanya                “ dilahirkan“ dari fiil yang ma’lum saja .... ^_^

Senin, 26 November 2012

Keunikan Penggunaaan Huruf ( لا ) Dalam Uslub Tata Bahasa Arab



                                                                 Oleh : Misbahuddin

Huruf _ La _ adalah jenis huruf Nafiyatu lil jinsi _  ( untuk meniadakan seusuatu ). ketika huruf _ La _  ada dalam sebuah jumlah, maka kita akan dapati isim _La_ dan Khobarnya. hakikatnya penggunaan huruf _ La _ sama dengan penggunaan huruf إنّ  dan saudara-saudara إنّ         ( إنّ أخوات :  أَنَّ, كَأَنَّ, لَكِنَّ, لَيْتَ, لَعَلَّ ).  yaitu berfungsi untuk menasabkan isim, dan merofa’kan khobarnya. tetapi ada sedikit perbedaan dalam lafadz isim _ La _ , isim _ La _nya dinasabkan tanpa Tanwin.
contoh :
لَا أُسْتَاذَ فِىى االمَسْجِدِ

Kata أُسْتَاذَ dibaca nasab ( dengan fatah ), kata _Ustadz_ dibaca dengan Fathah bukan dengan Fatahtain ( tanwain fatah ), di tulis bukan لَا أُسْتَاذً tetapi dibaca لَا أُسْتَاذَ  dengan ( dza yang difathah ). kenapa begitu??. karena itulah kaidah dasarnya ( Principle Base ). segala  kasus dalam tata bahasa arab, maka harus dikembalikan ke kaidah dasarnya. karena jumlah tersebut kemasukan huruf _ La – maka wajib baginya untuk dibaca nasab isimnya.  karena aturan main ( The Pay Rule) dari  penggunaan huruf _ La _.  dan khobarnya wajib di rofakan / dimarfukan . coba perhatikan contoh berikutnya :
لَا كَاذِبَ مَدُوْحٌ

kata _ Kaadib_  dibaca diakhir lafdznya dengan fathah, karena lfadz tersebut kedudukanya sebagai Isim La. dan kata _ Mamduuh_ akhir katanya dibaca Rofa / marfu ( marfu dengan dhomah ). karena  lafadz tersebut menempati kedudukan sebagai khobar maka menurut atauran main, khobar La wajib dibaca rofa.



Aturan-Aturan Main Dari Penggunaan Huruf La (لَا )

Keunikan penggunaan huruf _ La _ , coba pahami dan resapi, harus pelan-pelan ya memahaminya. sedikit ngejelimet tetapi ketika sudah paham secara “  kaafah “. insallah akan menghasilkan sebuah kepuasan dan kenikmatan. mari simak aturan- aturan main ( The Pay Rule )  dari penggunaan huruf _ La _ tersebut dalam sebuah jumlah.

1. Jika isim la-nya nakiroh, maka isimnya tersebut dianggap mabni dan dibaca tanpa tanwin, contoh :
لَا أُسْتَاذَ فِىى االمَسْجِدِ
لَامُخْلِصَيْنِ يُتَّههِمَانِ
لَا كَاذِبِيْنَ مُصَدَّقُوْنَ

Kenapa kalimat-lalimat yang menjadi isil la. tanda-tandanya berbeda. hal itu karena kata _Ustadz_ itu isim mufrod, dan lafadz _ Mukhlishoini_  itu isim mutsana dan lafadz _ Kaadibiina _ adalah isim mudzakar salim, maka tentu tanda nasabnya perbeda. tetapi catatan penting semua isim yang menjadi isim _ La _  semuanya dianggap mabnie, dan tanda mabnienya disesuaikan sebagaimana tanda I’robnya diwaktu nasab.

2. Jika isim la-nya nakiroh dan lanya diulang-ulang ( disebut dua kali ) maka ada dua alternatifnya, boleh dibaca mabnie dengan fathah ( mabnie nanti disesuaikan dengan jenis isimnya ). dan boleh juga di baca marfu’ . contoh :

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ
Lafadz _haula_ dan _Quwwata_ dibaca mabnie dengan fathah. karena menjadi isim _La_. dan boleh pula dibaca dengan memarfu’kan isim _ La _ nya. contoh .

لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ إِلَّا بِاللَهِ
Maka dibaca _ لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ إِلَّا بِاللَه_ atau لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ  kedua-duanya boleh!. karena begitulah kaidah dasarnya.

Tetapi, ada pertanyaan yang menohok, radikal dan sedikit mengekplorarsi lebih dalam, Mengapa pada jumlah  _ لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ إِلَّا بِاللَه ,    lafadz  _Haul_ dan _Quwwah_ memakai tanwain kenapa tidak  dibaca dhomah saja tanpa memakai dhomahtain. menjadi

لَا حَوْلُ وَلَا قُوَّةُ إِلَّا بِاللَه. seperti halnya Jumlah لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ
yang dibaca dengan sakal fathah tanpa diberikan tanwin ( Fatahtain ) ???. Mau tahu jawabanya?. karena eeh !, karena, seperti itulah kaidah dari dasarya, bahwa apabila isimnya nakiroh dan _la_ nya diulang-ulang maka boleh dibaca mabni dengan fathah atau boleh Marfu.  karena isim _la_nya nakiroh  ( lafadz Haul dan Quwwah ) _ maka rofanya wajib dengan dhomah Tanwin.  tidak boleh marfu dengan dengan dhomah saja. karena kata _haulun _  sama dengan lafadz _waladun_ ( lihat di marfuatul asma – katagori tanda marfu untuk isim mufrod).

3. Jika Isim _La_nya Ma’rifat, maka harus marfu dan huruf _La_nya harus diulang-ulang.
Contoh :
لَا الزَوْجُ فِىى االبَيْتِ وَلَا الزَوْجَةُ
“ Tidak ada suami di Rumah dan Tidak juga Istrinya”

lafadz الزَوْجُ  dan susunan jumlah diatas adalah ma’rifat, ma’rifatnya  akrena memakai _ Ali – Lam _ ,  maka karena isim La nya ma’rifat ( Al-Zauju ) maka wajib dimarfukan lafadz tersebut. dan wajib mengulang-ngulang huruf _La_nya. yaitu dengan menambahkan     وَلَا الزَوْجَةُ. Yup!, karena begitulah aturannya.

Pertanyahan yang menarik, contoh kasus real, bagaimana ketika  kita hendak menyampaikan “ tidak ada suami di rumah “         لَا الزَوْجُ فِىى االبَيْتِ , tanpa pengulangan La  dua kali.  maka bagaimanakah kedudukanya?,   maka jika yang tidak ada itu Cuma suami saja. maka jangan menggunkan aturan main ke 3, dengan me’ma’rifatkan Isim _ La _nya. tetapi gunakanlah aturan main yang pertama, yaitu isim _la_nya di mabniekan, dan isim _ La _nya tanpa Alif Lam. menjadi
لَا زَوْجَ فِىى االبَيْتِ

Untuk Mencerna masalah ini, harus agak pelan-pelan berfikirnya sambil dihayati inti maslahanya. setelah itu baru akan didapatkan kata “Aha “ !. ^_^

4. Jika huruf _La_ dan Isimnya terpisah, maka harus marfu dan huruf _La_nya harus diulang-ulang.
contoh :
 لَا فِىى االبَيْتِ زَوْجُ وَلَا زَوْجَةُ

Teyuss!, gimana kalo isim Lanya di ma’rifatkan dengan _AlifLam_ bisa tidak ya ??. contoh :  لَا فِىى االبَيْتِ الزَوْجُ وَلَا الزَوْجَةُ. Maka jika kasusnya seperti ini,  maka Penomena susunan kalimat tersebut dikembalikan ke aturan main no 3,bukan aturan main no 4 yaitu, Jika Isim _La_nya Ma’rifat, maka harus marfu dan huruf _La_nya harus diulang-ulang.


The Division OF Isim La ( لَا )

Pembagaian Isim La,  terbagi menjadi dua bagian, yaitu isim La yang Mu’rob dan isim La yang mambnie.

Isim La Yang Mu’rob Adalah

a. Isim La-nya diidhofatkan
contoh :
      : tiada yang berimu tercelaلَاصَاحِبَ العِلْمِ مَذْمُوْمٌ

Maka lafadz yang digaris bawahi adalah susunan mudhof dan mudhof iLahi, maka kedudukanya divonis  Isim La yang Mu’rob. kenapa susunan Lafadz mudhof san mudhof Ilahi dianggap Mu’rob???. karena eh..karena !!!,  kaidah dasar ( base principle ) nya seperti itu, bahwa susunan lafadz mudhof dan mudhof ilahi adalah divonis isim La yang Mu’rob. hehe .. tidak bisa diganggu gugat, kecuali anda sudah pakar tata bahasa arab seperti imam sibaweh.

b. Jika isim _La_nya menyerupai Mudhof, contoh :
لَا سَاععِيًا فِى االخَيْرِ مَكْرُوْهٌ
“ Tidak ada yang melakukan kebaikan itu dibenci”

Susunan lafadz yang digaris bawahi adalah jumlah yang masuk katagori Syabihan bilmudhof ( mirip susunan mudhof dan mudhof ilahi ), maka ketika kita mendapati jumlah yang satu pola dengan susunan lafadz diatas ( dibaca : menyerupai mudhof ) maka kita vonis lafadz tersebut adalah isim _La_ yang mu’rob?. kenapa, eh kenapa ??. yup! jawaban yang mendasar, kerena kaidah dari sananya seperti itu ^_^.

Isim La Yang Mabnie.
 Selain dari dua jenis kalimat tersebut ( susunan mudhof dan syabihan bil mudhof ), maka semua nya kita vonis sebagai Isim La yang mabnie. yang perlu diingat dalam-dalam. mabnie disini adalah mabnie dengan tanda nashab ketika di waktu mansub.

Mabni dengan tanda nasab diwaktu mansub. sebuah teori yang unik kan?. mabni tetapi dengan tanda nasab diwaktu mansub. jadi maksudnya. isim mufrod yang menjadi isim_La_ maka dia itu divonis mabnie dengan tanda nasabnya yaitu fathah, isim mutsana yang menjadi isim_La_ maka dia divonis mabnie dengan tanda tanda nasabnya yitu _Ya_. dan jika Jama’ mudzkar salami menjadi isim _La_ maka lafadz tersebut divonis mabnie tetapi dengan tanda nasabnya, yaitu dengan huruf _Ya_ dan seperti itu pula jenis-jeinis isim lainya. disesuaikan !,  contoh

لَا أُسْتَاذَ فِىى االمَسْجِدِ
لَامُخْلِصَيْنِ يُتَّههِمَانِ
لَا كَاذِبِيْنَ مُصَدَّقُوْنَ

Seperti itu lah, gaya bahasa arab ( Arabic Style ) dalam mengatur sebuah ungkapan, yang dimaksudkan untuk meniadakan sesuatu. jika kita renungi, ini hanya sedikit dari keunikan gramatika bahasa Arab ( Ilmu nahwu ) yang membuat cita bahasa arab begitu penu warna-warni keindahan bahasa, dan cita rasa yang begitu dalam ketika kita mencoba untuk menyelami lautan yang luas dari Uslub bahasa Arab. dan hal ini pasti menghantarkan kita untuk lebih menikmati dalam berselancar didalam jiwa ( inner Journey ) ketika mentadzaburi dan mengekplorasi Al-Qur’an. satu kata yang akan keluar dari mulut kita , “ subhannalh “  !. Wallahu A’lam bishowwab


PEMBAGIAN KATA (bagian 2 )


 Fi'il

Fi’il adalah kata yang menunjukkan makna, namun berkaitan dengan waktu.

Contoh :
ضَرَبَ     : memukul           ذَهَبَ      : pergi                  أَرْسَلَ      : mengutus
خَلَقَ       : mencipta           قَتَلَ        : membunuh          شَرِبَ     : minum

Dari contoh di atas, Fi’il merupakan kata yang menunjukkan suatu perkerjaan, di dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan kata kerja.
Untuk mengetahui suatu kata adalah Fi’il, dapat diketahui dengan ciri-ciri yang ada pada Fi’il.


Diantaranya :
1. Terletak setelah huruf قَدْ (sungguh)

Contoh :
قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الغَيِّ

Artinya : Sungguh telah jelas antara jalan yang benar dan sesat (al-baqoroh : 256)

Kata تَبَيَّنَ merupakan Fi’il karena terletak setelah huruf قَدْ



2. Terletak setelah huruf اَلسِِّيْنُ سَـ.) (akan)

Contoh :

سَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّة (umat ini akan terpecah.)

3. Terletak setelah huruf سَوْفَ (kelak)

Contoh :
كَلاَّ سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ

Artinya : sekali-kali tidak, mereka kelak akan mengetahuinya. (Attakatsur : 3)

4. Bersambung dengan
تَاءُالتَأْنِيْث ِالسَاكِنَةُ (huruf ت sukun yang menunjukkan perempuan)

Contoh :

قَالَتْ عَائِشَةُ (Aisyah berkata)

5. Jika suatu kata diawali oleh huruf
ا ن ي ت maka kemungkinan besar kata tersebut adalah Fi’il

Contoh :

يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِنْ نَارٍ (diutus kepada keduanya panas dari neraka)

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَ الرُّوْحُ فِيْهَا

أَكْتُبُ عَليَ الْمَكْتَبِ (aku menulis di atas meja)

نَضْرِبُ كَلْبًا (kami memukul anjing)

Huruf

Al-harfu (huruf) adalah kata yang mempunyai makna jika bergandengan dengan kata yang lainnya.

Contoh :
Kata
مِنْ (dari) tidak akan bermakna atau tidak mempunyai arti jika bersendirian, dari mana?? Maksud dari kata tidak jelas, akan tetapi jika ditambah kata lain seperti مِنَ البَيْتِ (dari rumah), kata menjadi bermakna .

Begitu juga kata
فِي (di dalam), tidak akan bermakna jika tidak ditambah dengan kata yang lainnya. Hal ini berbeda dengan isim dan fi’il yang maknanya bisa kita pahami walaupun tanpa tambahan kata yang lain. Sehingga, ketika menemukan suatu kata yang maknanya tidak bisa dipahami, maka ketahuilah kata itu merupakan huruf.

Bentuk dan jenis huruf bermacam-macam, ada yang disebut dengan huruf mabani dan ada yang disebut dengan huruf ma’ani.



1. Huruf mabani (
حَرْفُ مَبَانِي)

Adalah huruf-huruf hijaiyah selain huruf
ا و ي , karena ketiga huruf tersebut dikatakan sebagai huruf ilat (حَرْفُ العِلَّةِ) atau huruf penyakit.

2. Huruf ma’ani (
حَرْفُ مَعَانِي)

Adalah huruf-huruf yang mempunyai arti
Contoh :
اَوْ     atau
وَ      dan
ثُمََّ      kemudian
اِذَا     ketika
لِ      milik

Jenis-jenis huruf ma’ani bermacam-macam diantaranya :
a. Huruf jar (
حرف جَارٍ) yang telah kita bahas pada pengenalan isim.

b. Huruf qosam (
حرف قسم) atau disebut juga huruf sumpah. Huruf qosam ada tiga, yakni و ت ب

Contoh :

وَاللهِ – بِاللهِ – تَاللهِ         (demi Allah)

Namun, dari ketiga huruf sumpah di atas, huruf
ت hanya boleh digunakan untuk sumpah atas nama Allah ta’ala, adapun huruf yang lainnya boleh digunakan untuk selain nama Allah ta’ala.

c. Huruf athof     (
حرف العطف)

Adalah huruf yang digunakan untuk menggabungkan dua kata.

Contoh :

و (dan) misal جَاءَ مُحَُّمَدٌ وَ حَسَنَ      (Muhammad dan Hasan datang)

او (atau) misal ضَرَبَ حَسَنٌ كلَْبًا اَوْ قِطًا     (Hasan memukul anjing atau kucing)

ثم (kemudian) misal مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ    (atas kehendak Allah kemudian kehendakmu)

Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa ada huruf yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan letak dan kedudukan dalam kalimat, seperti huruf
و , disisi lain ia bisa sebagai huruf athof dan disisi lain dia bisa menjadi huruf qosam. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari arti atau kontek kalimat yang digunakan.

Masih banyak lagi jenis huruf yang akan disebutkan pada pelajaran berikutnya.





Soal latihan

Tentukan isim, fi’il dan huruf dari hadist berikut :
رَأَيْتُ رَجُلَيْنِ يَقُوْمَانِ أَمَامَ الْمَسْجِدِ. ثُمَّ دَخَلَا وَ صَلَّيَا جَالِسَيْنِ. قُلْتُ لَهُمَا بَعْدَ الصَّلَاةِ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا. وَقَالَ تَعَالَى:إِنّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ.
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: جُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ طَهُوْرًا وَ مَسْجِدًا