This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

Selasa, 19 Februari 2013

Mengenal Lebih Dekat Sosok Ibnu Katsir



Mengenal Lebih Dekat Sosok Ibnu Katsir
 Oleh : Misbahuddin 

          Siapa yang tidak kenal dengan seoarang mufasir yang satu ini?, Nama Aslinya adalah  Ismail bin 'Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, adalah seorang pemikir dan ulama Muslim, Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir. Ia lahir pada tahun 1301 / 700 di BusraSuriah dan wafat pada tahun 1372/ 774 H di Damaskus, Suriah. beliau tidak bisa melihat diakhir hayatnya.

Biografi Hidup Sang Mufasir

          Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di SuriahJamaluddin al-Mizzi, penyusun kitab Tahdibul kamal yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulamaHejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.

          Karakteristik berfikir dan dalam berijtihad, beliau sangat membela pendapat-pendapat Ibtu taimiyyah, dan Ibnu katsir sangat banyak terpengaruh pemikiranya oleh Ibnu Taimiyyah.

          Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus. Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.


Keilmuan Ibnu Katsir

          Ibnu katsir adalah mencapai puncak ilmu yang begitu tinggi, dan para ulama dijamanya sangat resepect dan sangat mengapreasi sekaligus mengakui keluasan ilmu Ibnu Katsir, terutama keluasan beliau dalam ilmu tafsir, hadits dan tarikh.

          Ibnu hajar mengatakan, “ Ibnu Katsir sunguh telah menyibukan dirinya dalam bidang hadits, menggali dan mempelajari matan-matan hadits dan rijalul hadits.  dan beliapun menyusun sebuah kitab tafsir, beliau menyusun kitab besar tentang masalah hukum-hukum, akan tetapi belum terselesaikan, menghimpun peristiwa-peristiwa sejarah yang beliau tuliskan dalam kitabnya Bidayah wanihayyah.

          Kitab-kitab beliau tersebar ke berbagai negri, dan banyak manusia yang mengambil istiofadah dari kitab-kitab beliau dari manusia pada jamannya, sampai manusia masa kini, karangan-karangan beliau tidak lekang ditelan waktu. karangan-karanganya akan senantiasa mendampingi manusia dalam mengekplorasi ilmu-ilmu Islam. sungguh keilmuan beliau akan senantiasa hidup, bagaikan sinar mentari yang senantiasa menyainari setiap hari, memberikan cahaya yang begitu terang untuk insan-insan yang mencari kebenaran.

          Ibnu katsir adalah seorang yang sangat mahir dalam ‘mendiagnosa’ hadits-hadist yang bersanad panjang, dan hadits-hadits yang bersanad pendek. Beliau adalah seoarang muhadits dan fuqoha, beliaupun mengikhtishor kitab ibnu sholah.
          Statment Imam adahabie kepada ibnu katsir dalam kitabnya ‘Mu’jam Mukhtash’ . “ Ibnu katsir adalah seoarang mufti, muhadist, seoarang faqih, seorang mufasir yang pendapatnya banyak dinukil oleh ulama-ulama setelahnya, dan beliau begitu banyak menghasilkan karya.


 Ibnu Katsir dan Ilmu Tafsir

          Ibnu Katsir menulis tafsir Qur'an yang terkenal yang bernama Tafsir Ibnu Katsir. Hingga kini, tafsir Alquran al-Karim sebanyak 4 jilid ini, dari jamanya sampai jaman sekarang masih digunakan sebagai rujukan dalam mengekplorasi mutiara-mutiara hikmah dalam Al_Qur’an,  Di samping itu, ia juga menulis buku Fada'il Alquran (Keutamaan Alquran), berisi ringkasan sejarah Alquran.

Ibnu Katsir memiliki metode sendiri dalam bidang ini, yakni:

  1. Tafsir yang paling benar adalah tafsir Alquran dengan Alquran sendiri.
  2. Selanjutnya bila penafsiran Alquran dengan Alquran tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan dengan hadits Nabi Muhammad, sebab menurut Alquran sendiri Nabi Muhammad memang diperintahkan untuk menerangkan isi Alquran.
  3. Jika yang kedua tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat karena merekalah orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya Alquran.
  4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat dari para tabiin dapat diambil.
  5. Mengeinterpretasiakn melalui pendekatan kisah Isroiliyat. ( Kisah isroiliyat hanya digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat yang menerangkan kisah-kisah terdahulu yang membutuhkan pendekatan historis,).
Ibnu Katsir Dan Ilmu Hadits

          Ibnu Katsir pun banyak menulis kitab ilmu hadis. Di antaranya yang terkenal adalah :
  1. Jami al-Masanid wa as-Sunan (Kitab Penghimpun Musnad dan Sunan) sebanyak delapan jilid, berisi nama-nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis;
  2. Al-Kutub as-Sittah (Kitab-kitab Hadis yang Enam) yakni suatu karya hadis;
  3. At-Takmilah fi Mar'ifat as-Sigat wa ad-Dhua'fa wa al-Mujahal (Pelengkap dalam Mengetahui Perawi-perawi yang Dipercaya, Lemah dan Kurang Dikenal);
  4. Al-Mukhtasar (Ringkasan) merupakan ringkasan dari Muqaddimmah-nya Ibn Salah; dan
  5. Adillah at-Tanbih li Ulum al-Hadits (Buku tentang ilmu hadis) atau lebih dikenal dengan nama Al-Ba'its al-Hadits.

Ibnu Katsir Sang ‘ Pembedah ‘Ilmu Sejarah

          Ini salah satu kelebihan Ibnu katsir juga, beliau pada jamannya merupakan ‘pembedah‘ ilmu sejarah, seorang sejarawan ulung yang argumentatif, Beberapa karya Ibnu Katsir dalam ilmu sejarah ini antara lain :

  1. Al-Bidayah wa an Nihayah (Permulaan dan Akhir) atau nama lainnya Tarikh ibnu Katsir sebanyak 14 jilid,
  2. Al-Fusul fi Sirah ar-Rasul (Uraian Mengenai Sejarah Rasul), dan
  3. Tabaqat asy-Syafi'iyah (Peringkat-peringkat Ulama Mazhab Syafii).
                    Kitab karangan beliau yang dianggap penomenal dan banyak dijadikan rujukan oleh para ahli sejarah adalah kitab  Al-Bidayah. Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian Rasulullah SAW dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di Mesir. Dan karenanya kitab ini seringkali dijadikan bahan rujukan dalam penulisan sejarah Islam.

Ibnu Katsir Sang Fuqoha

          Dalam ilmu fiqih, Ibnu Katsir juga tidak diragukan keahliannya. Oleh para penguasa, ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Misalnya saja saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa Pemberontakan Baydamur(1361) dan dalam menyerukan jihad (1368-1369).

          Inilah Rangkuman, kajian pada ahad pagi 17-3-2013, dengan sedikit tambahan data-data mengenali sosok Ibnu Katsir yang Monumental. Mudah-mudahan bermamfaat, dan mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi sebuah kebaikan. Aamin
         

Minggu, 17 Februari 2013

Sebuah Catatan di Pagi Hari Yang Indah ...


Sebuah Catatan di Pagi Hari Yang Indah ...
           Oleh : Misbahuddin

            Hari ahad pagi yang menyejukan, seperti biasa setelah menunaikan sholat shubuh berjama’ah, kami langusung membuat ‘ formasi’ sebuah lingkarang, untuk mendiskusikan isu-isu terhangat dan terup to date,  menggali dan menela’ah lebih dalam dunia tata bahasa arab. berawal dari menela’ah kitab Usulu Tsalatsah berkahir dengan penggalian setiap teks-teks yang terkandung dalam kitab tersebut secara radikal, ekplorasi lebih da;am dan kedalam untum memenuhi kehausan kami akan ilmu. semuanya ‘diubrak-abrik’ dan dibongkar dari perpectif ilmu nahwu dan ilmu shorof. Huh Seruuu!!, apalagi kalo ditemani para Pakar bahasa Arab yang refresentatif. pasti lebih seru ..dan lebih 'menendang'. hehe ..

            Saya rangkung agar antum-antum semua dapat mengambil istifadah juga dari ‘bongkaran-bongkaran’ kami  dalam mengekplorasi tata bahasa arab. Yup!,  Takuun ‘ala Isti’daad.. !!

Mudhof ilahi

            Mudhof ilahi secara pengertian adalah menisbatkan sesuatu pada sesuatu, atau secara sederhananya menyandarkan sesuatu kepada sesuatu yang lain. contoh
·      بَيْتُ االلّٰهِ
·      دَفْتَرُ عَلِيٍّ
            kata ‘daftaru’ adalah mudhof yang disandari, sedangkan kata _’aliyyin_ adalah mudhof ilahi, yang menyandarkan diri.   ketika kita mendapatkan susunan lafadz tersebut seperti diatas maka diagnosa awal kita bisa menyimpulan bahwa lafadz-lafazd yang kita temui itu adalah susunan mudhof-mudhof ilahi ... Yang bersandar dan yang menyandari. Rumah Allah. rumahnya menjadi mudhof, sedangkan lafadz _Allah_ menjadi mudhof ilahi.

Menukik lebih dalam dan kedalam

             Selanjutnya, agar mudah kita lebih mengenal ‘sosos’ mudhof dan mudhof ilahi . maka kita harus ‘ta’atufan’ lebih dekat dengan dua sosok tersebut ( Mudhof dan mudhof Ilahi ).

Syarat-Syarat Mudhof
1.       Mudhoh ‘Haram’ / ( Terlarang )  Memakai Tanwain.
بَيْتٌ = بَيْتُ اللّٰهِ
           Lafadz _Baitun_ ketika dia menjadi mudhof ilahi maka haram dibaca _Baitun_ ( dengan memakai tanwin), tetapi harus dibaca _baitu_ ( tanpa tanwin), ketika bersambung dengan lafadz ALLoh, atau dengan lafadz-lafadz yang lainya yang kedudukanya menjadi mudhof ilahi. kenapa seperti itu??, karena eh karena. aturanya seperti itu bahwa Mudhof ‘Haram’ Memakai Tanwain.

2.       Secara umum mudhof adalah nakiroh, TETAP!!!, kadang ma’rifat.
          
 Mudhof boleh ma’rifah apabila :
a)       Mudhofnya, Mudhof lafdiyyah. seperti
الكَبِيْرُ البَطْنِ
           lafadz tersebut adalah susunann lafadz mudhof yang lafdiyah, jadi lafdiyah maksdunya, “  secara penampakanya seperti bukan mudhof, lebih seperti susunann sifat-mausuf. tetapi secara ekplisist lafadz tersebut adalah susunan lafadz mudhof-mudhof ilahi.

           Lafadz _Al-Kabiiru_ adalah mudhof, pada kebiasaanya mudhof  adalah nakiroh, tetapi disini lafadz _Al-Kabirru_ adalah lafadz ma’rifah dengan tambahan Alif –lam. kenapa seperti itu??. karena judulnya juga mudhof boleh ma’rifah asalkan mudhofnya berasal dari mudhof lafdiyyah.

b)       Mudhofnya berbentuk isim yang mustaq
kedua, mudhof boleh statusnya ma’rifah asalkan mudhof tersebut terbentuk dari isim yang mustaq, mustaq adalah sebuah kata yang ada kata dasarnya, contoh :
قَابَلْتُ الرَجُلَ الطَوِيْلَ اللقَامَةِ

           Lafadz _Athoowiila_, lafadz tersebut adalah mudhof yang ma’rifat, kenapa dibolehkan mudhofnya berbentuk ma’rifat??, Yup betul!!, karena lafadz tersebut adalah isim yang mustaq, Lafadz_ At-thoowiila_ adalah kata yang pecahan atau diambil dari kata dasarnya yaitu _Thoola_. dan lafadz _Al_Qoomati_ kedudukannya menjadi mudhofilahi, so .. otomastis wajib majrur, majrurnya dengan harokat kasroh.

           nah!, Jika antum menemukan hal yang seperti ini, maka antum jangan galau, lihat!!, Jika mudhofnya adalah isim yang mustaq ( ada kata dasarnya ) maka lafadz tersebut boleh ma’rifah walaupun pada Keumumamnya Mudhof Adalah Nakiroh.

3.       Mudhof wajib membung huruf nun ( ن ), ketika mudhofnya terbentuk dari isim musana’ atau jama. contoh :
كِتَابَا عُمَرَ
          Contoh diatas tadi, seharusnya lafadz _ Kitaabaa_ ditambah huru _nun_ menjadi كِتَابَانِ, tetapi karena aturannya,  mudhof yang terbentuk dari isim mutsana atau jama, maka huruf _Nun_nya itu wajib dibuang. Ingat!!! wajib dibuang!, kenapa?? karena aturannya seperti itu. ( titik ) ^_^

Isim-Isim Yang ‘Haram’ Menjadi Mudhof Ilahi

          Ada beberapa isim yang diharamkan alias dilarang menjadi mudhof, ketika dipaksakan oleh ‘arobie ( orang arab asli ) sekalipun, maka tetap tidak bisa. tidak bisaaa!!!, kenapa ??, karena eh karena, tata bahasa arab sudah ada aturan mainnya.          
          Isism-isim yang terlarang sampai hari kiamat untuk menjadi mudhof adalah :

1.       Isim dhomir
2.       Isim isyaroh
3.       Isim mauhsul
4.       Isim syarat
5.       Isim Istifham

Nah!, isim-isim diatas tadi sangat terlarang untuk menjadi mudhof. TERLARAANG KERAS !!! MENJADI MUDHOF.

Isim-Isim Yang ‘Wajib ‘ Menjadi Mudhof

Untuk Isim wajib menjadi mudhof dibagi menjadi dua, yaitu :
1.       Isim yang wajib diidhofatkan kepada mufrod. mufrod disini maksunya adalah  lafadz yang tidak berjumlah. dan ada yang mesti diidhofatkan kepada susuna jumah.

Adapun yang mesti diidhofatkan kepada lafadz mufrod adalah :
a)       dhorof.
عند٠لدى٠ بين٠ وسط٠  دون٠فوق٠تحت٠يمين٠شمال٠أمام٠قدام٠خلف٠ورأ٠قوق٠بعد٠ ٠قبل٠بعد٠
b)       yang bukan dari dhorof

كلا٠كلتا٠سوى٠ذو٠ذات٠دوا٠ذوات ٠أولو ٠أولات٠سبحان٠معاد٠سائر

           Isim-isim diatas tadi, baik yang dhorof ataupun yang bukan dari dhorof, ketika diantara lafadz itu ada dalam sebuah susunan jumlah, maka pasti kita bisa langsung memvonis bahwa lafadz tersebut menempati termpat mudhof
2.       Isim yang mesti idhofatkan kepada jumlah
          Ada beberapa lafadz yang jika disimpan dalam susunan jumlah, maka lafazd tersebut wajib menjadi mudhof dan wajib disandarkan kepada jumlah bukan di sandarkan / diidhofatkan kepada mufrod. contoh

إِذْ٠حَيْثُ٠إذا٠لَمّا٠مذ٠مُنْذُ
.          Lafadz-lafadz tersebut diatas, wajib menjadi mudhof dan wajib diidhofatkan/ disandarkan kepada susunan jumlah, terlarang diidhofatkan kepada lafadz mufrod.

Isim Yang Boleh Dijadikan Mudhof boleh tidak.
           
            Beberpa contoh akan di cantumkan untuk ponit ini, jadi ada beberapa lafadz yang bisa dijadikan mudhof dan bisa juga tidak dijadikan mudhof. jadi giaman dong?, mungkin antum bertanya. Nah!, Maka untuk hal ini, kita kembalikan kepada susunan jumlahnya. apakah lafadz tersebut harus jadi mudhof ataukah tidak. beberapa contoh lafadz tersebut adalah :

غلام٠حصان٠كتاب٠
            Simpelnya, lafadz-lafadz yang tidak termasuk pada  isim-isim yang wajib menjadi mudhof dan tidak juga masuk pada yang ‘haram’ ( terlarang ) menjadi mudhof maka lafadz-lafadz tersebut bisa dimasukan kepada point ketiga ini, yaitu lafadz-lafadz yang boleh jadi mudhof boleh juga tidak.

            Mudah-Mudahan Bermampaat !!!! ^_^

Kamis, 07 Februari 2013

Pembahasan Naibul Fa’il


 Pembahasan Naibul Fa’il

Naibul fa’il adalah isim marfu yang terletak setelah fi’il majhul dan menunjukkan sesuatu yang dikenakan perbuatan.

Naibul fa’il disebut naibul fa’il karena pada asalnya naibul fa’il adalah maf’ul bih (objek), namun karena fa’ilnya dihilangkan, maka maf’ul bih tadi menggantikan posisi fa’il, sehingga disebut naibul fa’il (pengganti fa’il)
Contoh :

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
(kutiba alaikumusshiyaamu)=diwajibkan atas kalian berpuasa

Kata الصِّيَامُ isim mufrod, marfu dengan dhommah, sebagai naibul fa’il karena setelah fi’il majhul

Asalnya

كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمُ الصِّيَامَ
(kataballahu alaikumusshiyaama)=Allah mewajibkan atas kalian berpuasa

Kata الصِّيَامَ isim mufrod, manshub dengan fathah, sebagai maf’ul bih

Perbedaan yang mencolok dengan fa’il, jika fa’il didahului fi’il ma’lum, adapun naibul fa’il didahului fi’il majhul.

Sama halnya dengan fa’il, naibul fa’il dapat berupa
Isim dzhohir (bukan dhomir)
Contoh :

قُرِأَ الْكِتَابُ (qurial kitaabu)=buku dibaca

Kata الْكِتَابُ isim mufrod, marfu dengan dhommah sebagai naibul fa’il karena terletak setelah fi’il majhul.

Isim dhomir

خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
(khuliqo min maain daafiqin)=dia diciptakan dari air yang dipancarkan

Kata خُلِقَ mengandung dhomir هو yang merupakan naibul fa’il dari fi’il majhul di atas.

Dari hal ini menunjukkan fi’il majhul mempunyai tashrif lughowi sebagaimana dengan fi’il ma’lum. Adapun perubahannya sebagaimana fi’il ma’lum, namun dimajhulkan (cara memajhulkan fi’il ma’lum sudah dibahas pada pelajaran sebelumnya).

Ketentuan-ketentuan naibul fa’il
1. Naibul fa’il selalu marfu dan terletak setelah fi’il majhul, baik secara langsung atau diselingi kata lain.
Contoh :

قُرِأَ الْكِتَابُ (qurial kitaabu)=buku dibaca

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
(kutiba alaikumusshiyaamu)=diwajibkan atas kalian berpuasa

2. Jika naibul fa’il berupa isim mufrod, mutsanna atau jamak, maka fi’il majhulnya tetap dalam keadaan mufrod.
Contoh :

قُتِلَ كَافِرٌ (qutila kaafirun)=seorang kafir terbunuh

قُتِلَ كَافِرَانِ (qutila kaafirooni)=dua orang kafir terbunuh

قُتِلَ كَافِرُوْنَ (qutila kaafiruuna)=para orang kafir terbunuh

3. Jika naibul fa’il berupa isim muannats atau mudzakkar, maka fi’ilnya juga harus muannats atau mudzakkar.
Contoh :

كُتِبَتْ رِسَالَةٌ (kutibat risaalatun)=surat ditulis

4. Fi’il wajib muannast jika
  • Naibul fa’il berupa isim dhohir yang merupakan muannast haqiqi yang bersambung dengan fi’il

          Contoh :

       لُقِبَتْ فَاطمَةُ بِالزَّهْرَاءِ
          (luqibat faatimatu bizzahrooi)=fatimah diberi gelar azzahro
  • Naibul fa’il berupa dhomir yang kembali kepada isim muannast

          Contoh :

       وَ اِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
          (wa ilassamaai kaifa rufi’at)=Dan langit, bagaimana ia ditinggikan.

          Dalam kata رُفِعَتْ terdapat dhomir هي yang merupakan kata ganti السَّمَاء.

5. Fi’il boleh muannast atau mudzakkar jika
  • Naibul fa’il berupa isim muannast haqiqi yang terpisah dari fi’ilnya atau diselingi oleh isim yang lain.

          Contoh :

       قُتِلَ فِي السِّجْنِ سَارِقَةٌ
          (qutila fissijni saariqoh)=pencuri perempuan dibunuh di penjara
  • Naibul fa’il berupa muannats majazi

          Contoh :

       رُفِعَتِ السَّمَاءُ /رُفِعَ السَّمَاءُ
          (rufi’atissamaau/rufi’assamaau)=langit ditinggikan
  • Naibul fa’il berupa jama’ taksir


          Contoh :

       أُقِيْمَ الْمَصََانِعُ/أُقِيْمَتِ الْمَصََانِعُ
          (uqiimul mashooni’u/uqiimatil mashooniu)=bangunan-bangunan ditegakkan


Catatan :
Naibul fa’il pada dasarnya adalah maf’ul bih, sehingga ketika terdapat fi’il muta’addi yang membutuhkan dua maf’ul bih (objek), maka maf’ul bih pertama menjadi naibul fa’il, sedangkan maf’ul bih kedua tetap menjadi maf’ul bih.


Contoh :

أَعْطَى مُحَمَّدٌ الْفَقِيْرَ ثَوْبًا (a’tho muhammadun alfaqiiro tsauban)=Muhammad memberikan orang fakir baju

menjadi

 أُعْطِيَ الْفِقِيْرُ ثَوبًا  (u’thiyal faqiiru tsauban)=orang fakir diberikan baju



Latihan :
Sebutkan naibul fa’il dari jumlah berikut!

1. إِذََا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ
2. أُمِرْتُ اَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ
3. لاَ يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُوْنَ
4. رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ