Senin, 26 November 2012

Keunikan Penggunaaan Huruf ( لا ) Dalam Uslub Tata Bahasa Arab



                                                                 Oleh : Misbahuddin

Huruf _ La _ adalah jenis huruf Nafiyatu lil jinsi _  ( untuk meniadakan seusuatu ). ketika huruf _ La _  ada dalam sebuah jumlah, maka kita akan dapati isim _La_ dan Khobarnya. hakikatnya penggunaan huruf _ La _ sama dengan penggunaan huruf إنّ  dan saudara-saudara إنّ         ( إنّ أخوات :  أَنَّ, كَأَنَّ, لَكِنَّ, لَيْتَ, لَعَلَّ ).  yaitu berfungsi untuk menasabkan isim, dan merofa’kan khobarnya. tetapi ada sedikit perbedaan dalam lafadz isim _ La _ , isim _ La _nya dinasabkan tanpa Tanwin.
contoh :
لَا أُسْتَاذَ فِىى االمَسْجِدِ

Kata أُسْتَاذَ dibaca nasab ( dengan fatah ), kata _Ustadz_ dibaca dengan Fathah bukan dengan Fatahtain ( tanwain fatah ), di tulis bukan لَا أُسْتَاذً tetapi dibaca لَا أُسْتَاذَ  dengan ( dza yang difathah ). kenapa begitu??. karena itulah kaidah dasarnya ( Principle Base ). segala  kasus dalam tata bahasa arab, maka harus dikembalikan ke kaidah dasarnya. karena jumlah tersebut kemasukan huruf _ La – maka wajib baginya untuk dibaca nasab isimnya.  karena aturan main ( The Pay Rule) dari  penggunaan huruf _ La _.  dan khobarnya wajib di rofakan / dimarfukan . coba perhatikan contoh berikutnya :
لَا كَاذِبَ مَدُوْحٌ

kata _ Kaadib_  dibaca diakhir lafdznya dengan fathah, karena lfadz tersebut kedudukanya sebagai Isim La. dan kata _ Mamduuh_ akhir katanya dibaca Rofa / marfu ( marfu dengan dhomah ). karena  lafadz tersebut menempati kedudukan sebagai khobar maka menurut atauran main, khobar La wajib dibaca rofa.



Aturan-Aturan Main Dari Penggunaan Huruf La (لَا )

Keunikan penggunaan huruf _ La _ , coba pahami dan resapi, harus pelan-pelan ya memahaminya. sedikit ngejelimet tetapi ketika sudah paham secara “  kaafah “. insallah akan menghasilkan sebuah kepuasan dan kenikmatan. mari simak aturan- aturan main ( The Pay Rule )  dari penggunaan huruf _ La _ tersebut dalam sebuah jumlah.

1. Jika isim la-nya nakiroh, maka isimnya tersebut dianggap mabni dan dibaca tanpa tanwin, contoh :
لَا أُسْتَاذَ فِىى االمَسْجِدِ
لَامُخْلِصَيْنِ يُتَّههِمَانِ
لَا كَاذِبِيْنَ مُصَدَّقُوْنَ

Kenapa kalimat-lalimat yang menjadi isil la. tanda-tandanya berbeda. hal itu karena kata _Ustadz_ itu isim mufrod, dan lafadz _ Mukhlishoini_  itu isim mutsana dan lafadz _ Kaadibiina _ adalah isim mudzakar salim, maka tentu tanda nasabnya perbeda. tetapi catatan penting semua isim yang menjadi isim _ La _  semuanya dianggap mabnie, dan tanda mabnienya disesuaikan sebagaimana tanda I’robnya diwaktu nasab.

2. Jika isim la-nya nakiroh dan lanya diulang-ulang ( disebut dua kali ) maka ada dua alternatifnya, boleh dibaca mabnie dengan fathah ( mabnie nanti disesuaikan dengan jenis isimnya ). dan boleh juga di baca marfu’ . contoh :

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ
Lafadz _haula_ dan _Quwwata_ dibaca mabnie dengan fathah. karena menjadi isim _La_. dan boleh pula dibaca dengan memarfu’kan isim _ La _ nya. contoh .

لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ إِلَّا بِاللَهِ
Maka dibaca _ لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ إِلَّا بِاللَه_ atau لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ  kedua-duanya boleh!. karena begitulah kaidah dasarnya.

Tetapi, ada pertanyaan yang menohok, radikal dan sedikit mengekplorarsi lebih dalam, Mengapa pada jumlah  _ لَا حَوْلٌ وَلَا قُوَّةٌ إِلَّا بِاللَه ,    lafadz  _Haul_ dan _Quwwah_ memakai tanwain kenapa tidak  dibaca dhomah saja tanpa memakai dhomahtain. menjadi

لَا حَوْلُ وَلَا قُوَّةُ إِلَّا بِاللَه. seperti halnya Jumlah لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَهِ
yang dibaca dengan sakal fathah tanpa diberikan tanwin ( Fatahtain ) ???. Mau tahu jawabanya?. karena eeh !, karena, seperti itulah kaidah dari dasarya, bahwa apabila isimnya nakiroh dan _la_ nya diulang-ulang maka boleh dibaca mabni dengan fathah atau boleh Marfu.  karena isim _la_nya nakiroh  ( lafadz Haul dan Quwwah ) _ maka rofanya wajib dengan dhomah Tanwin.  tidak boleh marfu dengan dengan dhomah saja. karena kata _haulun _  sama dengan lafadz _waladun_ ( lihat di marfuatul asma – katagori tanda marfu untuk isim mufrod).

3. Jika Isim _La_nya Ma’rifat, maka harus marfu dan huruf _La_nya harus diulang-ulang.
Contoh :
لَا الزَوْجُ فِىى االبَيْتِ وَلَا الزَوْجَةُ
“ Tidak ada suami di Rumah dan Tidak juga Istrinya”

lafadz الزَوْجُ  dan susunan jumlah diatas adalah ma’rifat, ma’rifatnya  akrena memakai _ Ali – Lam _ ,  maka karena isim La nya ma’rifat ( Al-Zauju ) maka wajib dimarfukan lafadz tersebut. dan wajib mengulang-ngulang huruf _La_nya. yaitu dengan menambahkan     وَلَا الزَوْجَةُ. Yup!, karena begitulah aturannya.

Pertanyahan yang menarik, contoh kasus real, bagaimana ketika  kita hendak menyampaikan “ tidak ada suami di rumah “         لَا الزَوْجُ فِىى االبَيْتِ , tanpa pengulangan La  dua kali.  maka bagaimanakah kedudukanya?,   maka jika yang tidak ada itu Cuma suami saja. maka jangan menggunkan aturan main ke 3, dengan me’ma’rifatkan Isim _ La _nya. tetapi gunakanlah aturan main yang pertama, yaitu isim _la_nya di mabniekan, dan isim _ La _nya tanpa Alif Lam. menjadi
لَا زَوْجَ فِىى االبَيْتِ

Untuk Mencerna masalah ini, harus agak pelan-pelan berfikirnya sambil dihayati inti maslahanya. setelah itu baru akan didapatkan kata “Aha “ !. ^_^

4. Jika huruf _La_ dan Isimnya terpisah, maka harus marfu dan huruf _La_nya harus diulang-ulang.
contoh :
 لَا فِىى االبَيْتِ زَوْجُ وَلَا زَوْجَةُ

Teyuss!, gimana kalo isim Lanya di ma’rifatkan dengan _AlifLam_ bisa tidak ya ??. contoh :  لَا فِىى االبَيْتِ الزَوْجُ وَلَا الزَوْجَةُ. Maka jika kasusnya seperti ini,  maka Penomena susunan kalimat tersebut dikembalikan ke aturan main no 3,bukan aturan main no 4 yaitu, Jika Isim _La_nya Ma’rifat, maka harus marfu dan huruf _La_nya harus diulang-ulang.


The Division OF Isim La ( لَا )

Pembagaian Isim La,  terbagi menjadi dua bagian, yaitu isim La yang Mu’rob dan isim La yang mambnie.

Isim La Yang Mu’rob Adalah

a. Isim La-nya diidhofatkan
contoh :
      : tiada yang berimu tercelaلَاصَاحِبَ العِلْمِ مَذْمُوْمٌ

Maka lafadz yang digaris bawahi adalah susunan mudhof dan mudhof iLahi, maka kedudukanya divonis  Isim La yang Mu’rob. kenapa susunan Lafadz mudhof san mudhof Ilahi dianggap Mu’rob???. karena eh..karena !!!,  kaidah dasar ( base principle ) nya seperti itu, bahwa susunan lafadz mudhof dan mudhof ilahi adalah divonis isim La yang Mu’rob. hehe .. tidak bisa diganggu gugat, kecuali anda sudah pakar tata bahasa arab seperti imam sibaweh.

b. Jika isim _La_nya menyerupai Mudhof, contoh :
لَا سَاععِيًا فِى االخَيْرِ مَكْرُوْهٌ
“ Tidak ada yang melakukan kebaikan itu dibenci”

Susunan lafadz yang digaris bawahi adalah jumlah yang masuk katagori Syabihan bilmudhof ( mirip susunan mudhof dan mudhof ilahi ), maka ketika kita mendapati jumlah yang satu pola dengan susunan lafadz diatas ( dibaca : menyerupai mudhof ) maka kita vonis lafadz tersebut adalah isim _La_ yang mu’rob?. kenapa, eh kenapa ??. yup! jawaban yang mendasar, kerena kaidah dari sananya seperti itu ^_^.

Isim La Yang Mabnie.
 Selain dari dua jenis kalimat tersebut ( susunan mudhof dan syabihan bil mudhof ), maka semua nya kita vonis sebagai Isim La yang mabnie. yang perlu diingat dalam-dalam. mabnie disini adalah mabnie dengan tanda nashab ketika di waktu mansub.

Mabni dengan tanda nasab diwaktu mansub. sebuah teori yang unik kan?. mabni tetapi dengan tanda nasab diwaktu mansub. jadi maksudnya. isim mufrod yang menjadi isim_La_ maka dia itu divonis mabnie dengan tanda nasabnya yaitu fathah, isim mutsana yang menjadi isim_La_ maka dia divonis mabnie dengan tanda tanda nasabnya yitu _Ya_. dan jika Jama’ mudzkar salami menjadi isim _La_ maka lafadz tersebut divonis mabnie tetapi dengan tanda nasabnya, yaitu dengan huruf _Ya_ dan seperti itu pula jenis-jeinis isim lainya. disesuaikan !,  contoh

لَا أُسْتَاذَ فِىى االمَسْجِدِ
لَامُخْلِصَيْنِ يُتَّههِمَانِ
لَا كَاذِبِيْنَ مُصَدَّقُوْنَ

Seperti itu lah, gaya bahasa arab ( Arabic Style ) dalam mengatur sebuah ungkapan, yang dimaksudkan untuk meniadakan sesuatu. jika kita renungi, ini hanya sedikit dari keunikan gramatika bahasa Arab ( Ilmu nahwu ) yang membuat cita bahasa arab begitu penu warna-warni keindahan bahasa, dan cita rasa yang begitu dalam ketika kita mencoba untuk menyelami lautan yang luas dari Uslub bahasa Arab. dan hal ini pasti menghantarkan kita untuk lebih menikmati dalam berselancar didalam jiwa ( inner Journey ) ketika mentadzaburi dan mengekplorasi Al-Qur’an. satu kata yang akan keluar dari mulut kita , “ subhannalh “  !. Wallahu A’lam bishowwab



3 komentar:

saafham insya ALLAH.....syukron. jazakallaahu khair......

Punten kang itu
لَا سَاععِيًا فِى االخَيْرِ مَكْرُوْهٌ
“ Tidak ada yang melakukan kebaikan itu dibenci,,ko dibaca nasoob,,,

Posting Komentar